Senin, 23 Januari 2012

Jakartaku Keras

#30harimenulissuratcinta Hari Ke-11

Halo Gemeente Batavia,

Kutebak siangmu panas dan pengap, kah? Atau sebaliknya, apakah Zeus murka dan menjatuhimu dengan hujannya?
Kukira setelah insiden di jalan kemarin, hal tersebut semakin membuat namamu mekar Batavia.
Meskipun aku tahu kau mekar dan berada di lahan yang salah.

Kotamu memang sangat memikat, bahkan kedua orangtuaku pun bertemu di kotamu.
Bahkan aku dilahirkan dan dibesarkan disana, ya dulu kau sangat memikat Batavia.
Kota tantangan, pusat pekerjaan, kemewahan, tempat hiburan, ekonomi dan teknologi di dalamnya
Ya... dulu kau begitu mempesona.

Dahulu sungai Ciliwung mu dikatakan sebagai salah satu sungai terbersih di dunia.
Hingga sekarang sudah menjadi sungai terpekat terhitam terhijau terkotor yang pernah kulihat.
Dahulu pemerintah Hindia Belanda mengaturmu sedemikian rupa dengan kanal-kanal karena kau kota 
yang rawan banjir.
Hingga sekarang zona hijau dan kanal-kanalmu banyak berubah dan tergusur modernitas absolut zaman.
Dahulu banyak yang mengatakan orang kita ramah, dimana? 
Karena yang kulihat orang ramah masih sangat terbatas terlebih di kotamu yang pesat dan ekstra sibuk.
Dahulu mungkin aku hanya takut kepada hantu saat ingin keluar malam.
Tapi sekarang aku takut akan dirampok atau diperkosa ketika naik kendaraan umum, aku bahkan takut saat berjalan kaki jika ada sesuatu yang datang menabrakku.

Sungguh sudah sangat tidak aman seperti itukah kamu?

Aku benci melihat kebakaran dimana-mana, terlebih di daerah pasar tradisional.
Karena setelahnya dibangun sebuah pasar modern yang bukan lagi inpres, dan para pedagang lama harus membayar ulang.
Atau ketika ada sogokan sogokan sehingga sebagian lahanmu beralih fungsi menjadi apartemen-apartemen
yang kaku menjulang ke langit.
Aku selalu bertanya, siapa yang menempati? Banyak ya orang yang sangat kaya di tempatmu?
Dulu kuingat aku masih bisa membeli permen dengan 25 perak, itu sekitar tahun 1994, dan sekarang aku selalu merasa cepat bokek ketika ke kotamu dan jalan-jalan dengan uang 20.000,-
Saat aku iseng menjelajahi mall-mall mewahmu dan melihat harga-harga yang fantastis.
Aku pun berpikir seandainya aku punya uang yang segitu banyak aku tetap tidak akan membelinya.
Sampai saat aku meminta kembalian di taksi dan supirnya begitu tidak ramah padaku, hingga saat aku hendak
menyeberang dan tidak satu pun kendaraan yang mengizinkan ku lewat.
Atau ketika hukum yang katanya untuk masyarakat itu tidak terdengar diantara peliknya kotamu.
Ketika antek-antek pemerintahan dan perdanya justru memberatkan sebagian besar masyarakat.
Ketika keadilan yang sebenarnya sangat tidak terdengar dan hanya berupa kicauan.

Sudah sangat mahal, individu, dan penuh ego sekali kah isimu?

Mainstream memang mendominasi kotamu, budaya komuniti menyebar luas.
Meski begitu aku bahagia karena seni tidak pandang tempat.
Selalu ada warna dalam setiap mural, graffiti, lukisan, musik, dan karya-karya seni lainnya yang ada di kotamu.
Setidaknya selalu ada generasi muda yang masih peduli itu.
Hingga meskipun kau kini kering dari kehijauan, tetapi kau penuh dengan warna.
Ya... aku dan mereka, sedang melihatmu dari sisi warna yang berbeda.
Agar aku tetap dapat menyukaimu bagaimanapun isimu.
Karenanya aku harap pemilikmu lebih memikirkan kesehatanmu Batavia.
Memberi ruang kepada tanah untuk menyerap lebih banyak air, menanam lebih banyak, dan bukan mendirikan gedung bak istana.

Batavia... Jakartaku
Kamu memang keras... sekeras pemilikmu
Tapi kamu masih punya waktu dan harapan agar tidak tenggelam sedini ini.

Salah satu wargamu,
:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar